PANGERAN BRAGUNG/ARIO NOTONINGRAT

Pangeran Bragung (Ario Notoningrat); Sosok yang Berjarak dengan ...
Islam masuk ke Sumenep pada tahun 1319 M. ketika masa pemerintahan Panembahan Joharsani sebagai Raja Sumenep. Beliau merupakan kakek dari Pangeran Bragung sendiri yang memiliki anak Raden Piturut, biasa dikenal Pangeran Mandaragah. Kemudian, Panembahan Mandoroko mempunyai keturunan Pangeran Notoningrat yang kemudian dijuluki Pangeran Bragung, dikarenakan Pangeran Notoningrat hidup di sebuah desa sekitar kecamatan Guluk-Guluk yaitu desa Bragung.
Pangeran Bragung merupakan salah satu keturunan Adipati Sumenep (Panembahan Mandoroko pada tahun 1331-1339 M.) yang memiliki saudara Pangeran Notoprojo, atau yang dikenal dengan sebutan Pangeran Bukabu. Berdasarkan informasi warga setempat, Pangeran Bragung termasuk putra sulung dari Panembahan Mandoroko. Sedangkan, Pangeran Bukabu sebagai anak bungsunya (adik Pangeran Bragung). Namun, kalau berdasarkan dari buku (Sejarah Sumenep), Pangeran Bragung menjadi Raja Sumenep setelah masa pemerintahan Pangeran Bukabu. Yaitu pada tahun 1348-1358 M. Dalam catatan sejarah, Pangeran Bragung memiliki keturunan Endang Kilangen. Yang mana, beliau menikah dengan Bramakanda dan mereka pun dikaruniai anak Raden Agungrawit atau Pangeran Secodiningrat I. Kemudian, Raden Agungrawit menikah dengan salah satu anak Pangeran Bukabu, yaitu Dewi Sarini. Dari hasil pernikahan itu, Raden Agung Rawit memiliki keturunan Dewi Saini atau yang biasa kita dengar Raden Ayu Puteri Kuning. Raden Ayu Puteri Kuning menikah dengan Adipoday (Anak dari Sunan Bringin, Saudara Sunan Ampel) dan mempunyai keturunan Jokotole Aryo Kujopanole yang kemudian menjadi raja Sumenep pada tahun 1415-1460 M. yang dirawat oleh Habib Ali Saheb atau Empu Kelleng.
Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil penyajian bersama Bapak Mattali selaku Juru Kunci Asta Pangeran Bragung, Pangeran Bragung memiliki dua Budak, dimana keduanya tersebut adalah Cabul (Madura; Orang yang kecil/kerdil). Cabul tersebut meninggal ketika Pangeran Bragung pergi berperang. Sejarahnya, waktu itu, disaat Pangeran Bragung mau pergi berperang beliau berpesan pada Budaknya untuk menunggu Pangeran Bragung sampai beliau kembali. Namun, sebelum Pangeran Bragung kembali, kedua budaknya meninggal terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan ketundukan dan keta’dhiman dua budak tersebut pada Pangeran Bragung sampai nyawa merenggut diri mereka.
Pangeran Bragung wafat dikarenakan suatu penyakit yang menimpanya. Sedangkan saudaranya, Pangeran Bukabu wafat karena berperang. Namun, sampai sekarang asta Pangeran Bukabu belum dapat dipastikan keberadaannya. Dalam artian, Asta Pangeran Bukabu yang dikenal masyarakat bertempat di daerah Bukabu kecamatan Ambunten itu salah. Selain itu, Pangeran Bragung memiliki cicit Raden Ayu Puteri Kuning. Tempat bertapanya Puteri Kuning di Gua Payudan. Setiap Raden Ayu Puteri Kuning hendak bertapa, beliau pasti berziarah dulu ke asta Jujuknya (bahasa Madura), yaitu Pangeran Bragung atau masyarakat setempat menyebutnya Bujuk Dependha. Asta Pangeran Bragung atau Bujuk Dependha berukuran panjang + 3 meter. Di samping asta tersebut, ada pohon kelompang yang besar. Raden Ayu Puteri Kuning, berdasarkan sejarah, beliau hamil lewat mimpi yang (maaf) dikumpuli oleh Panembahan Wirakrama (Adipoday) yang kemudian mempunyai putra Jokotole.
Tempat bertapanya Jokotole di bukit Petapan, di sebelah utara (kira-kira 200 meter dari Asta Pangeran Bragung, sekitar dusun Angsanah Bragung). Asal mula dinamakan Petapan, karena tempat tersebut, menjadi tempat Patapaan Jokotole. Ketika mau bertapa, Jokotole menunggangi hewan peliharaannya yaitu Kuda yang bersayap. Tempat pengikat tali kudanya kemudian disebut Kedukan (kemudian dijadikan nama daerah di desa Karay Kecamatan Ganding), sebelah timur bukit Petapan. Jokotole pernah memiliki musuh Pangeran Bali, yang akibat dari permusuhan itu, terjadi peperangan dari kedua belah pihak. Pertempuran tersebut terjadi di Gunung Pega’ (Madura; Gunung Putus). Yang mana, pada waktu itu Jokotole mengendarai Kuda Terbangnya. Sedangkan, Pangeran Bali menggunakan Perahu Terbang. Pangeran Bali kalah dan perahu terbangnya jatuh di Pandhaka, Sumenep.
Pada mulanya, Bragung mau dijadikan sebagai kota oleh Keraton Sumenep dikarenakan dari saking banyaknya jasa para pejuang titisan Pangeran Bragung. Akan tetapi, karena para pejuang tersebut merasa tidak pas desa Bragung dijadikan sentral pemerintahan Sumenep, maka Bragung pun gagal untuk dijadikan kota dan dijadikan sebagai desa biasa yang ada di daerah kecamatan Guluk-Guluk.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.